Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta membeberkan sejumlah fakta dan potensi bahaya baru yang harus diketahui masyarakat menyusul rentetan awan panas Gunung Merapi yang terjadi sejak Sabtu siang hingga Minggu sore, 11-12 Maret 2023.
Sejak Sabtu hingga Minggu sore 17.00 WB, setidaknya Merapi sudah menyemburkan 55 kali awan panas guguran.
Sebanyak 41 kali pada hari Sabtu dan 14 kali pada hari Minggu.
Cuaca Gunung Merapi Cerah Saat Kemarau, Waspadai Aktivitas Vulkanik Tetap Tinggi Luncuran terjauh awan panas terukur oleh drone selama dua hari terakhir pada jarak peta maksimum 3,7 kilometer ke arah barat daya atau Kali Krasak atau pada 4 kilometer pada pengukuran daratan.
“Rentetan awan panas guguran kali ini sebenarnya pernah terjadi sejak erupsi tahun 2021 dan 2022,” kata Agus Budi dalam konferensi pers secara daring Minggu.
Melalui gambar grafik rentetan awan panas Merapi sejak 2021, Agus menjelaskan awan panas 2023 ini merupakan erupsi dengan energi terbesar yang dikeluarkan Merapi dua tahun terakhir.
Meski secara jumlah intensitasnya lebih sedikit dibanding 2021 dan 2022.
Saat Polda Yogyakarta Gunakan Air Umbul Manten Gunung Merapi untuk Prosesi Peringatan Hari Bhayangkara Agus menuturkan, jarak maksimum luncuran awan panas Maret 2023 ini yang mengarah Kali Krasak sejauh 4 kilometer, lebih pendek dibanding luncuran Maret 2022 silam yang meluncur ke Kali Gendol sejauh maksimal 5 kilometer.
Namun awan panas kali ini masih sedikit lebih jauh jarak luncurannya dibanding Januari 2021 silam ke arah Kali Boyong yang saat itu mencapai 3,5 kilometer.
“Jadi awan panas guguran ini arahnya terus berubah ubah, yang awalnya (2021) ke Kali Boyong, lalu (2022) ke Kali Krasak dan Kali Gendol, kemudian (2023) ini kembali ke arah Kali Krasak-Bebeng lagi,” kata Agus.
Walaupun terukur grafik, sejak 2021-2023 ini arah awan panas tetap dominan ke arah barat daya atau Kali Krasak.
Agus membeberkan, munculnya rentetan awan panas 2023 yang mencapai 4 kilometer ini, menunjukkan masih intensnya suplai atau ekstruksi magma dalam perut Merapi sejak statusnya naik menjadi Siaga atau Level III medio November 2020 silam.
Persoalanya, dengan sistem vulkanik terbuka erupsi Merapi saat ini, membuatnya sulit untuk diprediksikan, kapan ekstruksi magma secara masif akan terjadi lagi hingga bisa memicu munculnya awan panas yang kuat luncurannya.
“Berbeda dengan erupsi 2010 silam ketika sistem vulkanik tertutup (sehingga waktu ekstruksi magma masih cenderung bisa diprediksikan),” kata Agus.
Dari kejadian erupsi Maret 2023 ini, BPPTKG Yogyakarta belum mencabut potensi daerah rawan bahaya awan panas melihat intensitasnya yang kian menurun dalam dua tahun terakhir.
Hanya saja, BPPTKG kali ini turut meminta masyarakat di dusun-dusun di kawasan rawan bencana (KRB) III terutama di sektor barat laut dari Merapi turut dipersiapkan mitigasinya.
Jadi area potensi rawan bahaya kini tak terbatas lagi pada sektor selatan – barat daya dan sektor tenggara Merapi seperti sekitaran Kali Boyong, Bedog, Krasak, Woro dan Gendol.
“Dusun dusun di sektor barat laut kami minta mulai perlu dipersiapkan mitigasinya juga karena dari kejadian kali ini ternyata juga terjadi pergerakan atau inflasi di sisi barat laut Merapi itu,” kata dia.
Agus menjelaskan potensi bahaya di arah sektor barat laut, dipicu dinamika dua kubah Merapi yang ada di sisi barat daya dan tengah kawah.
Merapi kini mengalami deformasi hingga 15 meter mengarah barat laut.
Deformasi atau perubahan bentuk Merapi ini membuat tebing tebing di arah barat laut menjadi tidak stabil dan rawan longsor.
“Deformasi 15 meter Merapi ini lebih besar dibanding saat erupsi besar 2006 dan 2010, saat itu deformasinya di puncak hanya empat meter,” kata Agus.